Rabu, 03 Oktober 2012

Pers Islam di Indonesia dalam Kebebasan Dan Tanggung Jawab Pers Menurut Pandangan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Untuk mencapai sasaran dari berbagai program pembangunan, termasuk program pembangunan di bidang agama, suatu hal yang tidak boleh dikesampingkan adalah keikutsertaan bidang kerja pers (jurnalistik) serta berbagai sarana komunikasi yang menyalurkan dan membawa gema, pesan maupun aktivitas pembangunan itu sendiri.
Dalam kaitan itu, aktivitas pers serta komunikasi ditujukan atau diarahkan guna mencapai serta mewujudkan iklim yang dapat menumbuhkan pengertian yang tepat di kalangan masyarakat akan tujuan pembangunan tersebut.
Sebelum menjadi realitas sehari-hari, konsepsi kebebasan dan pelaksanaan kebebasan pers akhirnya tidak dapat dipisahkan dari pandangan masyarakat terhadap citra pers.
Peranan dan efektivitas pers sebagai sarana komunikasi dalam memperlancar pembangunan serta mewujudkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang positif dengan membawa berbagai informasi dan gagasan guna membangkitkan gairah masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan sudah cukup dirasakan.
Jadi, pers merupakan sarana memberikan informasi kepada khalayak ramai yang sifatnya positip sehingga masyarakat mengetahui fakta-fakta atau berita-berita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau hal-hal yang berkaitan dengan suatu peristiwa penting. Oleh karena itu, dalam makalah ini bagaimanakah kebebasan pers dan tanggung jawab pers menurut pandangan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian kebebasan dan tanggung jawab pers
b. Grafik Pelaksanaan Kebebasan Pers
c. Kebebasan dan Tanggung Jawab Pers Menurut Pandangan Islam
d. Pers dan perubahan sosial
BAB II
PEMBAHASAN
KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB PERS
MENURUT PANDANGAN ISLAM
A.    Pengertian Kebebasan dan Tanggung Jawab Pers
Bebas artinya lepas, tidak tergantung, merdeka, tidak diwajibkan: bebas daripada membayar pajak, lepas dalam rumahnya tiap-tiap orang bebas berbuat sekehendak hatinya asal jangan mengganggu kesenangan orang.[1]
Dalam TAP MPR No. IV/1973 dikatakan dengan jelas tentang pembinaan pers yang sehat, yakni bebas dan bertanggung jawab yang memungkinkan pers di satu pihak memberikan penerangan kepada masyarakat seluas mungkin dan sobyektif mungkin, di lain pihak merupakan saluran pendapat rakyat yang konstruktif. Unsur bebas dan bertanggung jawab dalam keseimbangan yang selaras, jelas telah diletakkan secara formal dalam Ketetapan MPR yang bersangkutan, begitu pula dalam Undang-Undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers, khususnya yang bersangkutan dengan fungsi, kewajiban dan hak pers.
Namun juga sebagaimana tertuang dalam pasal 5 Undang-undang Pokok Pers, imbangan terhadap kebebasan tersebut yang berupa tanggung jawab nasional dalam pelaksanaan fungsi, kewajiban dan hak pers, selalu disebutkan dalam satu nafas dengan kebebasan tersebut.
Kebebasan pers ini dirumuskan baik dalam bentuk-bentuk yang positif (bebas untuk menjalankan kontrol, kritik dan koreksi yang konstruktif sebagaimana yang disebut dalam pasal 3 Undang-undang Pokok Pers), maupun dalam bentuk yang negatif.
Sebelum menjadi realitas sehari-hari, konsepsi kebebasan dan pelaksanaan kebebasan pers akhirnya tidak dapat dipisahkan dari pandangan masyarakat terhadap citra pers.
B.     Grafik Pelaksanaan Kebebasan Pers
Pelaksanaan konsep kebebasan pers akan selalu dipengaruhi berbagai faktor yang melingkupinya. Artinya, pelaksanaan kebebasan pers, baik di Amerika maupun di Indonesia, bukanlah sesuatu yang bebas dari pengaruh nilai-nilai yang berlaku dan berkembang pada saat konsep kebebasan itu dilaksanakan. Begitu pula pelaksanaan konsep kebebasan pers amat tergantung kepada masalah-masalah teknis hukum, sehingga dapat saja terjadi dalam praktiknya justru menjadi kabur.
Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan konsep kebebasan pers adalah sikap per situ sendiri. citra pemakaian kebebasan pers akan memberikan dampak luas terhadap pelaksanaan kebebasan pers. Dengan kata lain, pelaksanaan kebebasan pers pada akhirnya ditentukan oleh hasil interaksi faktor-faktor yang melingkupi kebebasan per situ sendiri.
C.    Kebebasan dan Tanggung Jawab Pers Menurut Pandangan Islam
Kebebasan pers di Indonesia berlandaskan, dari masing-masing seginya di bawah ini:
a.       Idiil : pada Pancasila[2]
b.       Konstitusional: pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan MPR.
c.       Strategis : pada Garis-garis Besar Haluan Negara
d.    Yuridis: pada Undang-Undang N0.11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers serta segenap peraturan-peraturan pelaksanaannya.
e.       Kemasyarakatan: pada tata nilai sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia.
f.       Etis: pada norma-norma kode etik profesionil.
Dalam alam pembangunan, kebebasan pers perlu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab terhadap stabilitas nasional, kesamaan dan ketertiban umum. Kebebasan pers perlu pula dilaksanakan dengan landasan sikap yang dewasa dan dalam suasana harmoni terhadap lingkungan, sehingga merangsang tumbuhnya kreativitas masyarakat dan tidak sebaliknya menimbulkan ketegangan-ketegangan yang bersifat antagonis. Suatu penerapan kebebasan pers atas dasar nilai-nilai lain yang tidak cocok dengan sistim nilai lingkungan yang ada akan menimbulkan distansi-distansi yang tidak menguntungkan, dan kadang-kadang mengakibatkan gejolak-gejolak dan ketegangan-ketegangan sosial.
Kebebasan dan tanggung jawab pers dalam Islam sebenarnya tidak ada permasalahan selama tidak menyimpang dari norma, etika dan moral. Sebagai contoh dalam Islam juga memerlukan pers, sebab kebebasan pers itu artinya sekehendak siapapun juga tanpa ada yang mengganggu akhirnya dakwah pun bisa secara pers. Akan tetapi berdakwah lewat pers tentunya memiliki teori-teori atau cara-cara tersendiri yang sangat berkaitan erat dengan metode-metode jurnalistik yang ada dalam kaidah-kaidah ilmu komunikasi massa. Makanya untuk mendukung itu semua dalam pendidikan perguruan tinggi Islam menyelenggarakan pendidikan penyiaran dan komunikasi dan dakwah.[3]
Sesungguhnya sejak masa kebangkitan dan perkembangan islam, berdakwah melalui pers sudah dipandang Rasulullah saw sebagai salah satu bentuk atau langkah dakwah efektif.
Secara sederhana, jurnalistik dakwah bisa diartikan sebagai kegiatan berdakwah melalui karya tulisan. Karya tulisan itu dimuat di media pers. Baik dalam bentuk berita, feature, artikel, laporan, tajuk dan karya jurnalistik lainnya.
Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka karya-karya jurnalistik itu sudah barang tentu berisi ajakan atau seruan mengenai pentingnya meraih keberhasilan, mencapai kemajuan, mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kenistaan. Ajakan dan seruan yang semuanya bersumber dari aqidah Islam, tauhid dan keimanan.
Kebebasan pers dalam menurut pandangan Islam harus sesuai dengan azas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Sekarang ini kita liat realitanya banyak pers yang menyimpang dari ajaran-ajaran norma yang berlaku misalnya maraknya pers majalah yang bersifat negatif porno aksi, hal tersebut menyimpang dari ajaran agama Islam.
Adapun azas atau norma dalam kebebasan pers sebagai berikut:
1)      Azas manfaat, yakni yang dalam penerapannya di bidang dalam pers mengandung pengertian, bahwa segala pemberitaan dan ulasan dalam pers/suratkabar harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga Negara .
2)      Azas perikehidupan dalam keseimbangan, yakni yang dalam penerapannya di bidang pers mengandung pengertian bahwa dalam segala pemberitaan dan ulasannya, pers/suratkabar memegang teguh pemberitaan antar yang dimilikinya dalam menjalankan kritik-kritik dan control social yang kunstruktif, dan tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesalamatan rakyat, ketertiban umum dan keamanan Negara, moral, dan tata susila serta kepribadian bangsa.
D. Pers Dan Perubahan Sosial
a. Arah Perkembangan Media Massa Deasa Ini, peranan media massa dalam pembangunan dapat di tinjau dari berbagai segi. Hal itu, misalnya, dapat didekati atas dasar penelitian kepustakaan, dengan mengumpulkan, mempelajari, dan menganalisa semua literatur tentang peranan media massa dalam pembangunan. Orang juga dapat melihatnya atas dasar hasil penelitian sendiri atau penelitian orang lain. Pendekatan empiris itu banyak dilakukan dan menjadi bahan penulisan berbagai buku tentang komunikasi massa dan pembangunan.
b. Media Massa Dan Masyarakat, hubungan antara media dan masyarakat menjadi bahan pembahasan yang tak ada habis-habisnya. Hubungan itu kausal atau fungsional? Jika hubungannya kausal; pertanyaan yang minta jawaban adalah: siapa penyebabnyadan siapa yang menanggung akibatnya. Pernah diperkirakan, yang menjadi penyebab dalam relasi yang kausal itu ialah masyarakat dan lembaganya yang memiliki kekuasaan eksekutif, yaitu pemerintah. Berbagai reaksi timbul terhadap pemikiran ekstrem itu; ada periode, ketika yang ditempatkan sebagai penyebab ialah media massa. Media massa penyebab semua pengaruh terhadap masyarakat.
c. Mendorong kemajuan masyarakat, premis bahwa media massa harus lebih dulu memahami persoalan-persoalan pokok masyarakat bangsanya, amat sentral. Misalnya, media memahami bahwa masyarakat indonesia ialah masyarakat majemuk dalam berbagai latar belakangnya, suku bangsa, keturunan, agama, kebudayaan, lingkungan dan daerah. Bahwa dalam masyarakat, ada nilai-nilai yang dapat menjadi instrumen dan perangsang kemajuan, adapula nilai-nilai yang menjadi penghambat; ada nilai-nilai yang konservatif, ada yang progresif. Ada ua kecenderungan yang saling menunjukkan kekuatan dan melakukan suatu kompetisi, yaitu; 1. Kecenderungan-kecenderungan primordial, beberapa di antaranya amat kuat; dan 2. Kecenderungan-kecenderungan pembebasan di
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Bebas artinya lepas, tidak tergantung, merdeka, tidak diwajibkan: bebas daripada membayar pajak, lepas dalam rumahnya tiap-tiap orang bebas berbuat sekehendak hatinya asal jangan mengganggu kesenangan orang.
Dalam TAP MPR No. IV/1973 dikatakan dengan jelas tentang pembinaan pers yang sehat, yakni bebas dan bertanggung jawab yang memungkinkan pers di satu pihak memberikan penerangan kepada masyarakat seluas mungkin dan sobyektif mungkin, di lain pihak merupakan saluran pendapat rakyat yang konstruktif. Unsur bebas dan bertanggung jawab dalam keseimbangan yang selaras, jelas telah diletakkan secara formal dalam Ketetapan MPR yang bersangkutan, begitu pula dalam Undang-Undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers, khususnya yang bersangkutan dengan fungsi, kewajiban dan hak pers.
Kebebasan dan tanggung jawab pers dalam Islam sebenarnya tidak ada permasalahan selama tidak menyimpang dari norma, etika dan moral. Sebagai contoh dalam Islam juga memerlukan pers, sebab kebebasan pers itu artinya sekehendak siapapun juga tanpa ada yang mengganggu akhirnya dakwah pun bisa secara pers. Akan tetapi berdakwah lewat pers tentunya memiliki teori-teori atau cara-cara tersendiri yang sangat berkaitan erat dengan metode-metode jurnalistik yang ada dalam kaidah-kaidah ilmu komunikasi massa. Makanya untuk mendukung itu semua dalam pendidikan perguruan tinggi Islam menyelenggarakan pendidikan penyiaran dan komunikasi dan dakwah.

Daftar Pustaka
Simorangkir, Hukum dan Kebebasan Pers, (Bandung: Binacipta, 1980), hal. 14
Sumono Mustoffa, Kebebasan Pers Fungsional, (Jakarta: PT Inti Idayu Press, 1978), hal.62
Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 14
Oetama Jakob, Perspektif Pers Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), hal. 89

sumber : http://edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar